Covid-19 dan Indonesia


Dalam kurun beberapa bulan terakhir, Indonesia bersama negara-negara lainnya menghadapi satu wabah penyakit yang mengkhawatirkan terhadap kesehatan manusia di seluruh dunia. Dunia sedang menghadapi persebaran Covid-19, virus yang menular dan dapat mematikan.

Ini menjadi perhatian masyarakat global, terlebih kepada paramedis dan peneliti. Bagaimana tidak, virus yang sampai hari ini belum ditemukan vaksin nya mampu membuat hal selain kesehatan ikut lumpuh. Ekonomi, pendidikan dan pariwisata terdampak akibat penyebaran penyakit ini.

Indonesia, sampai ditulis artikel blog saya ini telah mengalami korban jiwa lebih 50 orang meninggal dunia akibat Covid-19 ini, lain dengan kasus terinfeksi yang sudah mencapai 400 orang lebih. Bahkan angka-angka tersebut sampai hari ini belum menunjukkan angka pengurangan yang signifikan. Maka, banyak yang masih khawatir bahwa korban meningkat.

Berbagai upaya sudah dilakukan, sosialisasi jaga kebersihan, jaga kesehatan, di rumah aja bahkan jaga jarak sudah dilakukan (Social and Physical Distance) serta kemungkinan Lockdown. Selain itu, upaya dari anjuran untuk menunda aktivitas yang bersifat keramaian juga sudah dilakukan, termasuk anjuran untuk tidak beribadah berjamaah di daerah yang rawan penyebaran Covid-19. Namun virus ini masih begini, bahkan masyarakat sedang ramai pro-kontra.

Penyebaran virus ini haruslah dipandang sebagai persoalan kesehatan dunia, sehingga tidak perlu dibenturkan ke hal yang berbau politik atau dibenturkan dengan agama. Sebab, kesehatan pun sebenarnya prioritas utama dari politik dan agama yang benar. Maka sebaiknya fokus dihadapi secara bijaksana dan bersama-sama.

Bahkan sangat miris bila di tengah penyakit ini, kita masih sibuk salah menyalahkan yang seharusnya sudah sibuk bantu membantu. Para paramedis yang menjadi terdepan telah berusaha secara kuat tenaga, tulus hati dalam penyembuhan pasien telah menghadapi situasi dimana mereka juga bisa menjadi korban. Maka tidaklah etis bila kita lainnya masih bercanda dengan persoalan serius ini.

Penulis sedikit memberi saran, anjuran untuk jaga jarak, di rumah aja haruslah dibarengi dengan kebijakan pemerintah yang mendukung kelangsungan hidup masyarakat. Sebab memang benar, ada sebagian masyarakat yang mendapat penghasilan perhari, mesti harus bekerja tiap hari. Maka bila di rumah aja, ini akan menggangu ekonomi. Anjuran jaga jarak tentu susah diterapkan di lokasi seperti pasar, pusat belanja selama pusat belanja tersebut belum tutup dan lain sebagainya.

Selanjutnya, apabila physical distance yang dilakukan masih belum efektif, maka Lockdown mungkin solusi terakhir, bahkan bila demikian, pemerintah daerah pun harus siap dengan anggaran, tanpa membebani anggaran pusat.

Mari tetap optimis untuk masa depan anak manusia yang lebih cerah, hadapi bersama dan saling membantu. Kita percayakan kepada pemangku kebijakan tanpa harus mencemooh. Kita akan wariskan hasil kerja kita kepada anak cucu kita di masa mendatang.

Paniklah tanpa harus kebablasan, jaga diri tanpa harus lupa diri, Insyaa Allah penyakit ini segera berlalu.

Suhardin Djalal, 25 Maret 2020.

Posting Komentar

0 Komentar