Dampeng Simbol Pemersatu Pluralisme Aceh Singkil



“Ayo..hooo, ayoo...hoo, dampeng..., ale adenamiya.....
MENDENGAR syair yang diiringi tabuh gendang rebana itu, 500 pelajar berpakian merah, hijau, kuning dan putih, dari berbagai sekolah di Aceh Singkil, berlari ke tengah-tengah Stadion Kasim Tagok, Singkil Utara, Rabu (27/4).
Sambil ikut berdendang membentuk lingkaran serempak berlenggok, mengangkat kaki, bungkuk ke depan, berjongkok lalu bangkit kembali meneruskan irama tarian mirip gerak silat. Sesekali terdengar pekik teriakan. Nyaris tanpa komando muda mudi berusia muda itu membentuk berbagai formasi tarian mengikuti irama tabuh rebana serta syair nyanyian.
Di luar arena, kaum tua yang tak tahan, terlihat ikut berdampeng ria membentuk kelompok 8 sampai 12 orang. “Kami orang Singkil, kalau mendengar tari dampeng mana tahan. Ikut menarilah,” teriak seorang PNS penuh semangat sambil menari.
Dampeng yang telah ditetapkan Kementerian Kebudayaan Republik Indonesia sebagai warisan budaya tak benda. Ditampilkan dalam acara pesta serta menyambut tamu agung sekaligus pengawalan. Dahulu kala digunakan dalam menyambut raja diiringi dendang syair berbahasa Singkil.
Budaya lokal tersebut mampu menyatukan masyarakat Aceh Singkil, yang pluralisme. Walau berasal dari suku Singkil, penduduk dari etnis lain tak jarang ikut nimbrung menari bersama.
Tidak ada kendala penduduk dari etnis lain kalau ada tari dampeng ikut juga menari. Walau gerakannya ada salah sedikit tak pernah diprotes,” kata Aslim Combih tokoh adat Aceh Singkil.
Menurut Aslim, tari dampeng bisa mempersatukan keberagaman masyarakat Aceh Singkil. Seperti gerakan tarinya yang membentuk lingkaran dinamis. Dimainkan mulai dari 8 orang, 12 orang. Jika lebih banyak penari bentuk lingkaran bisa dibuat berlapis. “Menurut hemat saya tari dampeng merupakan tarian etnis Singkil yang bisa mempersatukan keberagaman melalui harmoni lingkaran yang dinamis,” kata Aslim.
Sebelumnya Bupati Aceh Singkil, saat pembukaan HUT ke-17 Aceh Singkil, yang diisi tarian masal dampeng menyatakan, keberagaman di wilayahnya tercederai peristiwa 13 Oktober lalu. Dia berharap hari jadi menjadi momentum mempererat persatuan seluruh masyarakat di daerahnya. “Mari kita jadikan hari jadi sebagai momentum mepererat persatuan,” kata Safriadi.
Sumber : tstatic.net

Posting Komentar

0 Komentar